Sabtu, 14 April 2012
Pemberdayaan Mayarakat
Berbicara mengenai pemberdayaan masyarakat maka akan berkaitan erat dengan peningkatan kemampuan atau kapasitas masyarakat. Tetapi konsep pemberdayaan masyarakat ini paling sering digunakan untuk meningkatkan atau memberdayakan masyarakat miskin. Hal ini disebabkan karena masyarakat miskin sangat membutuhkan bantuan yang dapat meningkatkan kesejahteraan hidup mereka. Sementara konsep kemiskinan tersebut juga harus dipahami sebelum melakukan pemberdayaan masyarakat. Hal ini sangat penting karena sangat menentukan pada saat proses pemberdayaan masyarakat dan juga sangat penting dalam penyusunan strategi dalam memberdayakan masyarakat. Jadi, dalam proses pemberdayaan masyarakat pemahaman dan mengerti tentang konsep kemiskinan dalam masyarakat sangatlah penting.
proses pemberdayaan masyarakat pemahaman dan mengerti tentang konsep kemiskinan dalam masyarakat sangatlah penting.
Menurut Usman (2008:125-127), paling tidak ada tiga macam konsep kemiskinan, yaitu: kemiskinan absolut, kemiskinan relatif, dan kemiskinan subyektif. Konsep kemiskinan absolut dirumuskan dengan membuat ukuran tertentu yang konkret (a fixed yardistick). Ukuran ini lazimnya berorientasi pada kebutuhan dasar dalam hidup minimum anggota masyarakat (sandang, pangan, dan papan). Konsep kemiskinan relatif dirumuskan berdasarkan the idea of relative standard, yaitu dengan memperhatikan dimensi tempat dan waktu. Dasar asumsinya adalah kemiskinan di suatu daerah berbeda dengan daerah lainnya, dan kemiskinan pada waktu tertentu berbeda dengan waktu yang lain. Konsep kemiskinan semacam ini lazimnya diukur berdasarkan pertimbangan (in terms of judgment) anggota masyarakat tertentu, dengan berorientasi pada derajat kelayakan hidup.
Sedangkan konsep kemiskinan subyektif dirumuskan berdasarkan perasaan kelompok miskin itu sendiri. Konsep ini tidak mengenal a fixed yardistick dan tidak memperhitungkan the idea of relative standard. Kelompok yang menurut ukuran kita berada di bawah garis kemiskinan, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri miskin (dan demikian pula sebaliknya). Dan kelompok yang dalam perasaan kita tergolong hidup dalam kondisi tidak layak, boleh jadi tidak menganggap dirinya sendiri semacam itu (dan demikian pula sebaliknya).
Selain itu, Usman (2008:127-128) juga mengemukakan bahwa sedikitnya ada dua macam perspektif yang lazim dipergunakan untuk mendekati masalah kemiskinan, yaitu: perspektif kultural (cultural perspective) dan perspektif struktural atau situasional (situational perspektive). Masing-masing perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan, dan metodologi tersendiri yang berbeda dalam menganalisis masalah kemiskinan. Perspektif kultural mendekati masalah kemiskinan pada tingkat analisis: individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat yang lazim disebut a strong feeling of marginality seperti: sikap parokial, apatisme, fatalisme atau pasrah pada nasib, boros, tergantung dan inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota yang besar dan free union or consensual marriage. Dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif.
Sedangkan menurut perspektif situasional, masalah kemiskinan dilihat sebagai dampak dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-produk teknologi modern. Penetrasi kapital antara lain mengejewantah dalam program-program pembangunan yang dinilai lebih mengutamakan pertumbuhan (growth) dan kurang memperhatikan pemerataan hasil pembangunan. Program-program itu antara lain berbentuk intensifikasi, ekstensifikasi, dan komersialisasi pertanian untuk menghasilkan pangan sebesar-besarnya guna memenuhi kebutuhan nasional dan ekspor.
Konsep kemiskinan inilah yang nantinya akan menjadi acuan dan mengantarkan praktisi atau pelaku pemberdayaan dalam menanggulangi kemiskinan yang ada di masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Konsep kemiskinan inilah yang nantinya akan menjadi acuan dan mengantarkan praktisi atau pelaku pemberdayaan dalam menanggulangi kemiskinan yang ada di masyarakat dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dalam konteks Indonesia, kesejahteraan sosial dapat dimaknai terpenuhinya kebutuhan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam hal materi, spritual maupun sosial. Kesejahteraan sosial, menurut Midgley (dalam Adi, 2005:16), suatu keadaan atau kondisi kehidupan manusia yang tercipta ketika berbagai permasalahan sosial dapat dikelola dengan baik; ketika kebutuhan manusia dapat terpenuhi dan ketika kesempatan sosial dapat dimaksimalisasikan. Sedangkan dalam UU No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial Pasal 1 ayat 1 menyebutkan bahwa kesejahteraan sosial adalah kondisi terpenuhinya kebutuhan material, spiritual, dan sosial warga negara agar dapat hidup layak dan mampu mengembangkan diri, sehingga dapat melaksanakan fungsi sosialnya.
Kesejahteraan masyarakat akan dapat ditingkatkan apabila masyarakat diberdayakan untuk dapat meningkatkan dan mengembangkan kemampuan dan kapasitasnya. Hal ini dapat dilakukan melalui proses pemberdayaan masyarakat. Konsep pemberdayaan masyarakat memegang peranan penting dalam proses implementasi program pemberdayaan yang nantinya akan dilakukan oleh pihak pemerintah maupun swasata. Hakekat sebuah program pemberdayaan dengan pendekatan partisipatif adalah untuk mengentaskan kemiskinan secara keseluruhan. Karena metode pemberdayaan tersebut memiliki sejumlah muatan indikator yang cukup mendukung dan dilengkapi dengan sudut pandang yang terarah. Dari keseluruhan proses tersebut diarahkan untuk mendukung tercapainya bangunan konstruksi kemandirian yang berkelanjutan dari masyarakat setempat (Jamasy, 2004:24).
Menurut Rappaport dalam Adhimihardja (2001:9), praktek yang berbasiskan pemberdayaan adalah bahasa pertolongan yang diungkapkan dalam simbol-simbol yang mengkomunikasikan kekuatan yang tangguh untuk mengubah hal-hal yang terkandung dalam diri kita. Selain pengertian mengenai pemberdayaan masyarakat yang telah dikemukan di atas. Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi juga merupakan strategi paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people centered development). Pendekatan ini menyadari pentingnya kapasitas masyarakat untuk meningkatkan kemandirian dan kekuatan internal, melalui kesanggupan untuk melakukan kontrol internal atas sumber daya materi dan non material yang penting melalui redistribusi modal atau kepemilikan.
Berbeda dengan apa yang dikemukakan oleh Korten, dalam konteks pekekerjaan sosial, Payne dalam Adi (2003:54) mengemukakan bahwa:
“proses pemberdayaan pada intinya ditujukan guna membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang dia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya”.
Pada intinya pemberdayaan masyarakat itu berbicara mengenai cara bagaimana masyarakat dapat meningkatkan kesejahteraan hidupnya melalui peningkatan kapasitas dan kemampuan masyarakat tersebut. Apabila kita melihat proses pemberdayaan masyarakat, maka tidak hanya berbicara mengenai peningkatan kemampuan atau kapasitas dari masyarakat tersebut. Tetapi dalam hal ini penting juga melihat aset-aset yang ada di masyarakat. Aset- aset yang ada di masyarakat juga penting untuk dikembangkan atau dimaksimalkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Adi (2008:285-313) menjelaskan tentang aset komunitas sebagai aset yang melekat dalam setiap masyarakat, yang kadangkala dapat menjadi kelebihan suatu masyarakat. Tetapi disisi lain dapat merupakan kekurangan dari suatu masyarakat yang harus diperbaiki ataupun dikembangkan. Dari sisi ini, berbagai bentuk modal dalam masyarakat dapat dilihat sebagai suatu potensi dalam masyarakat dan di sisi lain dapat pula diidentifikasi sebagai aspek yang menjadi kelemahan masyarakat tersebut. Ada beberapa aset komunitas yang perlu untuk dipahami dalam proses pemberdayaan masyarakat, yaitu:
1. Modal Manusia (Human Capital)
Modal ini mewakili unsur pengetahuan, perspektif, mentalitas, keahlian, pendidikan, kemampuan kerja, dan kesehatan masyarakat yang berguna untuk meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
2. Modal Fisik (Physical Capital)
Modal ini mewakili unsur bangunan (seperti : perumahan, pasar, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya) dan infrastruktur dasar (seperti: jalan, jembatan, jaringan air minum, jaringan telefon, dan sebagainya) yang merupakan sarana yang membantu masyarakat untuk meningkatkan kualitas hidupnya.
3. Modal Finansial (Financial Capital)
Modal ini mewakili unsur sumber-sumber keuangan yang ada di masyarakat (seperti penghasilan, tabungan, pendanaan reguler, pinjaman modal usaha, sertifikat surat berharga, saham, dan sebagainya) yang dapat dimanfaatkan untuk menunjang derajat kehidupan masyarakat.
4. Modal Teknologi (Technological Capital)
Modal ini mewakili sistem atau peranti lunak (software) yang melengkapi modal fisik (seperti teknologi pengairan sawah, teknologi penyaringan air, teknologi pangan, teknologi cetak jarak jauh dan berbagai teknologi lainnya) yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
5. Modal Lingkungan (Environmental Capital)
Modal ini mewakili sumber daya alam dan sumber daya hayati yang melingkupi suatu masyarakat.
6. Modal Sosial (Social Capital)
Modal ini mewakili sumber daya sosial (seperti jaringan sosial, kepercayaan masyarakat, ikatan sosial, dan sebagainya) yang bermanfaat untuk membantu masyarakat memunuhi kebutuhan hidupnya.
Selain itu, aset juga dijelaskan dalam meningkatkan sumber penghidupan (livelihoods) masyarakat. Dalam hal ini, United Kingdom Departement for International Development (DFID) mengidentifikasikan adanya 5 (lima) aset dalam sumber penghidupan (livelihoods) (dalam Carney et.al, 1999), yaitu:
1. Aset Manusia: keterampilan, pengetahuan, kemampuan untuk bekerja dan pentingnya kesehatan yang baik agar mampu menerapkan strategi-strategi dalam sumber penghidupan yang berbeda.
2. Aset Fisik: infrastruktur dasar (transportasi, perumahan, air, energi, dan alat-alat komunikasi) dan alat-alat produksi serta cara yang memampukan masyarakat untuk meningkatkan sumber penghidupannya.
3. Aset Sosial: sumber daya sosial (jaringan sosial, anggota kelompok, hubungan dan kepercayaan, akses yang luas terhadap institusi sosial) untuk dapat meningkatkan sumber penghidupan mereka.
4. Aset Finansial: sumber-sumber keuangan yang digunakan oleh masyarakat (seperti tabungan, pinjaman atau kredit, pengiriman uang, atau dana pensiun) untuk dapat memilih sumber penghidupan yang cocok bagi mereka.
5. Aset Natural: persediaan sumber-sumber alam (seperti tanah, air, biodiversifikasi, sumber-sumber yang berasal dari lingkungan dan dapat digunakan dalam sumber penghidupan masyarakat.
Aset-aset yang ada di masyarakat atau yang dimiliki oleh masyarakat sangat berperan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Misalnya, dalam proses pemberdayaan masyarakat peran aset manusia sangat mendukung keberlangsungan pengembangan atau pemberdayaan kapasitas atau kemampuan masyarakat. Tetapi dalam hal ini peran aset yang lain juga sangat berperan. Misalnya, untuk meningkatkan aset manusia diperlukan aset fisik seperti sekolah atau rumah sakit sebagai sarana untuk mengembangkan pengetahuan, keahlian, pendidikan, maupun kesehatan masyarakat. Demikian juga dengan aset fiskal atau aset keuangan sangat mendukung masyarakat untuk meningkatkan perekonomiannya. Aset sosial sebagai sarana untuk mengembangkan ikatan sosial atau jaringan sosial dalam memenuhi kebutuhan hidup masyarakat. Selain itu, modal atau aset natural dan teknologi sangat penting dalam membantu masyarakat untuk mengembangkan sumber daya alam yang dimiliki dengan dibantu oleh penguasaan teknologi yang dapat meningkatkan penggunaan sumber daya alam yang ada di masyarakat seperti penggunaan teknologi untuk pengembangan pertanian masyarakat agar nantinya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat sebagai strategi untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat atau meningkatkan kualitas masyarakat harus memperhatikan atau memahami kondisi masyarakat termasuk aset-aset yang ada di dalamnya. Karena aset yang ada di dalam masyarakat dapat menjadi keunggulan yang dapat dikembangkan untuk kesejahteraan masyarakat. Tidak adanya aset juga menjadi masalah atau kendala bagi masyarakat untuk dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Melalui pemberdayaan masyarakat maka aset-aset yang belum ada dan penting bagi masyarakat penting untuk dikembangkan atau diciptakan untuk membantu masyarakat dalam meningkatkan kualitas hidupnya. Misalnya, di suatu desa dimana penduduknya mayoritas hidup dari pertanian. Tetapi di desa tersebut modal atau aset fisik belum memadai seperti jalan atau jembatan sehingga masyarakat sangat susah untuk memasarkan hasil pertaniannya. Ini adalah salah satu contoh dimana aset tersebut sangatlah penting. Memang dalam kenyataanya hal ini sangat susah untuk direalisasikan mengingat dana yang dikeluarkan sangat besar. Tetapi melalui pemberdayaan masyarakat dimana ada peran dari berbagai pihak atau stakeholder yang dapat membantu dalam proses pemberdayaan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat berbasis aset ini sudah dilakukan oleh lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang pembangunan masyarakat di negara-negara berkembang seperti United Kingdom Department for International Development (DFID) dan Oxfam
Pemberdayaan masyarakat berbasis aset ini sudah dilakukan oleh lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang pembangunan masyarakat di negara-negara berkembang seperti United Kingdom Department for International Development (DFID) dan Oxfam. Lembaga atau organisasi ini mengembangkan aset-aset atau modal yang ada di masyarakat dalam proses pemberdayaan atau pembangunan masyarakat untuk meningkatkan sumber penghidupan masyarakat. Aset-aset yang ada di masyarakat dikembangkan dan diberdayakan untuk meningkatkan sumber penghidupannya. Di Indonesia banyak lembaga atau organisasi yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat tetapi tidak terlihat yang benar-benar mengembangkan semua aset yang ada di masyarakat seperti aset manusia, fisik, fiskal, sosial, dan natural dalam proses pemberdayaan masyarakat. Salah satu program pemberdayaan yang terkenal di Indonesia saat ini yaitu Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri belum sepenuhnya mengembangkan aset-aset yang ada di masyarakat. Kalau diperhatikan program ini masih seputar pengembangan manusia (aset manusia), fisik (aset fisik), ekonomi (aset finansial). Disini ada anggapan bahwa dengan memberdayakan atau mengembangkan ekonomi masyarakat maka semua aspek yang terkait dengan kesejahteraan masyarakat akan terpenuhi.
Dalam kenyataan yang ada di masyarakat tidak hanya satu atau dua aspek atau aset saja yang harus diperhatikan tetapi juga aset atau modal yang lain. Hal ini berhubungan dengan keberlangsungan program pemberdayaan masyarakat yang sudah dilakukan. Menumbuhkembangkan perekonomian masyarakat (aset fiskal) harus dibarengi dengan pengembangan sumber daya manusianya (aset manusia) dan juga aset fisik dan alam sebagai sarana untuk mengembangkan ekonomi dan sumber daya manusia yang ada. Sedangkan untuk aset sosial dan modal teknologi digunakan sebagai sarana penunjang atau pelengkap untuk pengembangan aset-aset yang lain (aset manusia, fiskal, alam, atau fisik) untuk dapat memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi, dalam hal ini terlihat bahwa aset-aset yang ada di masyarakat perlu untuk dipertimbangkan dan diperhatikan dalam proses pemberdayaan masyarakat. Disini penulis tidak menganggap bahwa program pemberdayaan yang ada tidak baik atau masih belum berjalan dengan baik. Tetapi yang ditekankan oleh penulis adalah berupa masukan atau saran agar setiap program pemberdayaan masyarakat juga memperhatikan dan mempertimbangkan semua aset-aset yang ada di masyarakat. Tidak hanya satu atau dua aset yang dipertimbangkan atau diperhatikan.
Terima kasih.
Penulis :
Merto Siwan Bondar
Mahasiswa Ilmu Kesejahteraan Sosial 2006
Universitas Indonesia
Sumber referensi:
Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi Komunitas : Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi UI.
____________________ 2005. Psikologi, Pekerjaan Sosial, dan Ilmu Kesejahteraan Sosial: Dasar-dasar Pemikiran. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
____________________ 2008. Intervensi Komunitas Pengembangan Masyarakat sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta. PT. Raja Grafindo Persada.
Adimihardja, Kusnaka., Harry, Hikmat. 2001. Participatory Research Appraisal dalam Pelaksanaan Pengabdian Kepada Masyarakat : Modul Latihan. Bandung: Humaniora.
Carney, D, Michael Drinkwater, Tamara Rusinow, Koos Neefjes, Samir Wanmali, Naresh Singh. 1999. Livelihood Approaches Compared: a brief comparison of the livelihoods approaches of the UK Department for International Development (DFID), CARE, Oxfam and the UNDP. Eldis Document Store.
Jamasy, Owin. 2004. Keadilan,Pemberdayaan, & Penanggulangan Kemiskinan. Jakarta: Blantika.
Usman, Sunyoto. 2008. Pembangunan dan Pemberdayaan Masyarakat. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
UU No 11 Tahun 2009 Tentang Kesejahteraan Sosial
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar