Sabtu, 14 April 2012
Stress (Tekanan)
BAB I PENDAHULUAN
Dewasa ini tempat kerja yang berubah dan bersaing menambah tingkat stres di kalangan para pekerja dan juga manajer. Misalnya, sebuah survei atas pekerja Amerika Serikat menemukan bahwa 46% merasakan pekerjaan mereka sebagai penuh dengan stres dan 34% berpikir serius untuk keluar dari pekerjaan mereka 12 bulan sebelumnya karena stres di tempat kerja (Schellhardt : 1996). Di Asia, semakin banyak manajer memperlihatkan tanda-tanda kelelahan dan kehabisan tenaga yang kronis, dan terus bertambah keprihatinan di kalangan eksekutif senior di Asia bahwa manajer yang kehabisan tenaga dapat berarti kehancuran perusahaan (Abdoolcarim : 1995).
Banyak eksekutif yang maju pesat justru di bawah tekanan dan menikmati ketegangan yang datang dari persaingan dan prestasi. Tetapi orang dapat kehabisan tenaga dan itu jelas semakin banyak terjadi di kalangan sejumlah manajer Asia. Mereka memperlihatkan tanda-tanda kelelahan kronis seperti kemurungan, kelesuan, perilaku yang aneh, penyakit fisik ringan dan masalah keluarga yang semakin menumpuk.
A. Latar Belakang
Kebanyakan kita sadar bahwa stres menjadi masalah dalam organisasi. Kita mendengar tentang pegawai yang membunuh rekan kerja dan supervisornya, selanjutnya kita tahu bahwa penyebab utamanya adalah ketegangan hubungan kerja. Teman-teman mengatakan kepada kita bahwa mereka stres karena muatan kerja yang besar dan harus bekerja lebih lama karena perampingan pada perusahaan mereka.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang menyebabkan stres?
2. Mengapa serangkaian kondisi yang sama yang menciptakan stres untuk seseorang tampaknya hanya sedikit berdampak atau bahkan tidak sama sekali bagi orang lain?
BAB II PEMBAHASAN
A. Stres
Stres adalah suatu kondisi yang dinamik yang didalamnya seorang individu dikonfrontasikan dengan suatu peluang, kendala (constrains), atau tuntutan (demands) yang dikaitkan dengan apa yang sangat diinginkannya dan yang hasilnya dipersepsikan sebagai tidak pasti dan penting (Schuler : 1980). Stres tidak dengan sendirinya harus buruk. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial. Misalnya, kinerja yang unggul yang ditunjukkan oleh seorang atlit atau pemanggung dalam situasi-situasi yang “mencekam”. Individu semacam itu sering menggunakan stres secara positif untuk meningkatkan kinerja mendekati maksimum mereka.
Pada umumnya, pelaksanaan tugas selalu mengandung permasalahan dan tantangan. Masalah dan tantangan ini seringkali menimbulkan stres yang bisa mengganggu pencapaian tujuan. Stres adalah suatu kondisi tegangan (tension) baik secara faal maupun psikologis yang diakibatkan oleh tuntutan dari lingkungan yang dipersepsi sebagai ancaman. Stres merupakan bagian dari kondisi manusiawi. Dalam batas tertentu, stres membantu kita agar tetap termotivasi (eustres). Tetapi kadang-kadang kita terlalu banyak mendapatkan stres sehingga menurunkan kualitas kinerja kita (distres). Oleh karena itu, kita perlu memiliki kemampuan mengelola stres.
Untuk bisa mengelola stres, maka langkah yang harus kita lakukan adalah: mengenali gejala-gejala stres, memahami faktor-faktor penyebab stres, dan melatih diri melakukan mekanisme penanganannya (coping mechanism).
B. Gejala-gejala Stres
Stres mempengaruhi seluruh diri kita. Kondisi stres dapat diamati dari gejala-gejalanya, baik gejala emosional/kognitif maupun gejala fisik. Jika kita dapat menandai gejala-gejalanya, maka kita akan dapat mengelolanya. Seseorang yang stres tidak berarti harus memiliki/menampakkan seluruh gejala ini, bahkan satu gejala pun sudah bisa kita curigai sebagai pertanda bahwa seseorang mengalami stres.
Tabel berikut menggambarkan gejala-gejala stres:
Gejala Emosional/Kognitif Gejala Fisik
• Mudah merasa ingin marah
• Merasa putus asa saat harus menunggu sesuatu
• Merasa gelisah
• Tidak dapat berkonsentrasi
• Sulit berkonsentrasi
• Jadi mudah bingung
• Bermasalah dengan ingatan (mudah lupa, susah mengingat)
• Setiap saat memikirkan hal-hal negatif
• Berpikir negatif tentang diri sendiri
• Mood naik turun (mood mudah berubah-ubah, misalnya merasa gembira tapi tak lama kemudian merasa bosan dan ingin marah)
• Makan terlalu banyak
• Makan padahal tidak lapar
• Merasa tidak memiliki cukup energi untuk menyelesaikan sesuatu
• Merasa tidak mampu mengatasi masalah
• Sulit membuat keputusan
• Emosi suka meluap-luap (baik gembira, sedih, marah, dan sebagai- nya)
• Biasanya merasa marah dan bosan
• Kurang memiliki sense of humor • Otot-otot tegang
• Sakit punggung bagian bawah
• Sakit di bahu atau leher
• Sakit dada
• Sakit perut
• Kram otot
• Iritasi atau ruam kulit yang tidak dapat dijelaskan kategorinya
• Denyut jantung cepat
• Telapak tangan berkeringat
• Berkeringat padahal tidak melakukan aktivitas fisik
• Perut terasa bergejolak
• Gangguan pencernaan dan cegukan
• Diare
• Tidak dapat tidur atau tidur berlebihan
• Napas pendek
• Menahan napas
C. Faktor Penyebab Stres
Ada tiga kategori sumber potensial stres yaitu faktor lingkungan (ketidakpastian ekonomi, politik, teknologi), faktor organisasional (tuntutan tugas, peran dan hubungan antar pribadi ; struktur, kepemimpinan dan tahap hidup organisasi), faktor individu (masalah keluarga, ekonomi dan kepribadian). Apakah faktor-faktor ini mengarah ke stres yang aktual bergantung pada perbedaan individual seperti pengalaman kerja dan kepribadian. Bila stres dialami oleh seorang individu, gejalanya dapat muncul sebagai keluaran fisiologis (sakit kepala, tekanan darah tinggi, penyakit jantung), psikologis (kecemasan, murung, berkurangnya kepuasan kerja), dan perilaku (produktivitas, kemangkiran, tingkat keluarnya karyawan).
1) Faktor Lingkungan
Seperti ketidakpastian lingkungan mempengaruhi desain dari struktur suatu organisasi, ketidakpastian itu juga mempengaruhi tingkat stres di kalangan para karyawan dalam organisasi tersebut. Perubahan dalam siklus bisnis menciptakan ketidakpastian ekonomi. Bila ekonomi itu mengerut, orang menjadi makin mencemaskan keamanan mereka. Ketidakpastian politik seperti ancaman sparatisme dan perubahan politik dapat menyebabkan stres. Ketidakpastian teknologi merupakan tipe ketiga yang dapat menyebabkan stres. Karena inovasi-inovasi baru dapat membuat keterampilan dan pengalaman seorang karyawan menjadi ketinggalan dalam periode waktu yang sangat singkat, komputer, robot, otomatisasi dan ragam-ragam lain dari inovasi teknologi merupakan ancaman bagi banyak orang dan menyebabkan mereka stres.
2) Faktor Organisasi
Banyak sekali faktor di dalam organisasi yang dapat menimbulkan stres. Tekanan untuk menghidari kekeliruan atau menyelesaikan tugas dalam suatu kurun waktu yang terbatas, beban kerja yang berlebihan, seorang bos yang menuntut dan tidak peka serta rekan kerja yang tidak menyenangkan merupakan beberapa contoh. Kita telah mengkategorikan faktor-faktor ini di sekitar tugas, tuntutan peran, tuntutan hubungan antar pribadi, struktur organisasi, kepemimpinan organisasi dan tingkat hidup organisasi.
a. Tuntutan tugas
Merupakan faktor yang dikaitkan pada pekerjaan seseorang. Faktor ini mencakup desain pekerjaan individu (otonomi, keragaman tugas, tingkat otomatisasi), kondisi kerja dan tata letak kerja fisik. Lini perakitan dapat memberi tekanan pada orang bila kecepatannya dirasakan sebagai berlebihan. Makin banyak kesalingtergantungan antara tugas seorang dengan tugas orang lain, kehadiran stres makin potensial. Sebaliknya otonomi cenderung mengurangi stres. Pekerjaan di tempat dengan suhu, kebisingan atau kondisi kerja lain yang berbahaya atau sangat tidak diinginkan dapat meningkatkan kecemasan. Demikian juga bekerja dalam suatu kamar yang berjubel atau dalam suatu lokasi yang terbuka sehingga terus menerus menjadi gangguan.
b. Tuntutan peran
Tuntutan peran berhubungan dengan tekanan yang diberikan pada seseorang sebagai suatu fungsi dari peran tertentu yang dimainkan dalam organisasi itu. Konflik peran menciptakan harapan-harapan yang barangkali dirujukkan atau dipuaskan. Peran yang kelebihan beban terjadi bila karyawan diharapkan untuk melakukan lebih daripada yang dimungkinkan oleh waktu. Ambitugias peran muncul bila harapan peran tidak dipahami dengan jelas dan karyawan tidak pasti mengenai apa yang harus dikerjakan.
c. Tuntutan antar pribadi
Adalah tekanan yang diciptakan oleh karyawan lain. Kurangnya dukungan sosial dari rekan-rekan dan hubungan antar pribadi yang buruk dapat menimbulkan stres yang cukup besar khususnya diantara para karyawan dengan kebutuhan sosial yang tinggi.
d. Struktur organisasi
Menentukan tingkat diferensiasi dalam organisasi, tingkat aturan dan peraturan, dan dimana keputusan diambil. Aturan yang berlebihan dan kurangnya pertisipasi dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada seorang karyawan merupakan suatu contoh dari variabel struktural yang dapat merupakan sumber potensial dari stres.
e. Kepemimpinan organisasi
Menggambarkan gaya manajerial dari eksekutif senior organisasi. Beberapa eksekutif senior menciptakan suatu budaya yang dicirikan oleh ketegangan, rasa takut dan kecemasan. Mereka membangun tekanan yang tidak realistis untuk berkinerja dalam jangka pendek, memaksakan pengawasan yang sangat ketat dan secara rutin memecat karyawan yang tidak dapat “mengikuti”.
3) Faktor Individual
Kategori ini mencakup faktor-faktor dalam kehidupan pribadi karyawan seperti persoalan keluarga, masalah ekonomi pribadi dan karakteristik kepribadian bawaan. Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang menganggap hubungan pribadi dan keluarga sangat berharga. Kesulitan pernikahan, pecahnya suatu hubungan dan kesulitan disiplin pada anak-anak merupakan contoh masalah hubungan yang menciptakan stres bagi para karyawan dan terbawa ke tempat kerja. Masalah ekonomi yang diciptakan oleh individu yang terlalu merentangkan sumber daya keuangan mereka merupakan suatu perangkat kesulitan pribadi lain yang dapat menciptakan stres bagi karyawan dan mengganggu perhatian mereka terhadap kerja.
Secara umum, faktor penyebab stres meliputi:
a. Ancaman.
Persepsi tentang adanya ancaman membuat seseorang merasa stres, baik ancaman fisik, sosial, finansial, maupun ancaman lainnya. Keadaan akan menjadi buruk bila orang yang mempersepsikan tentang adanya ancaman ini merasa bahwa dirinya tidak dapat melakukan tindakan apa pun yang akan bisa mengurangi ancaman tersebut.
b. Ketakutan
Ancaman bisa menimbulkan ketakutan. Ketakutan membuat orang membayangkan akan terjadinya akibat yang tidak menyenangkan, dan hal ini membuat orang menjadi stres.
c. Ketidakpastian
Saat kita merasa tidak yakin tentang sesuatu, maka kita akan sulit membuat prediksi. Akibatnya kita merasa tidak akan dapat mengendalikan situasi. Perasaan tidak mampu mengendalikan situasi akan menimbulkan ketakutan. Rasa takut menyebabkan kita merasa stres.
d. Disonansi kognitif
Bila ada kesenjangan antara apa yang kita lakukan dengan apa yang kita pikirkan, maka dikatakan bahwa kita mengalami disonansi kognitif, dan hal ini akan dirasakan sebagai stres. Sebagai contoh, bila kita merasa bahwa kita adalah orang yang baik, namun ternyata menyakiti hati orang lain, maka kita akan mengalami disonansi dan merasa stres. Disonansi kognitif juga terjadi bila kita tidak dapat menjaga komitmen. Kita yakin bahwa diri kita jujur dan tepat janji, namun adakalanya situasi/lingkungan tidak mendukung kita untuk jujur atau tepat janji. Hal ini akan membuat kita merasa stres karena kita terancam dengan sebutan tidak jujur atau tidak mampu menepati janji.
Faktor lain yang bisa menimbulkan stres dalam kehidupan sehari-hari, seperti:
1. Kematian, baik kematian pasangan, keluarga, maupun teman
2. Kesehatan: kecelakaan, sakit, kehamilan
3. Kejahatan: penganiayaan seksual, perampokan, pencurian, pencopetan.
4. Penganiayaan diri: penyalahgunaan obat, alkoholisme, melukai diri sendiri
5. Perubahan keluarga: perpisahan, perceraian, kelahiran bayi, perkawinan.
6. Masalah seksual
7. Pertentangan pendapat: dengan pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, pimpinan
8. Perubahan fisik: kurang tidur, jadwal kerja baru.
9. Tempat baru: berlibur, pindah rumah
10. Keuangan: kekurangan uang, memiliki uang, menginvestasikan uang.
11. Perubahan lingkungan: di sekolah, di rumah, di tempat kerja, di kota, masuk penjara.
12. Peningkatan tanggung jawab: adanya tanggungan baru, pekerjaan baru.
Di tempat kerja, selain faktor penyebab yang bersifat umum di atas, ada 6 (enam) kelompok faktor utama penyebab stres, yaitu:
1. Tuntutan tugas
2. Pengendalian terhadap pegawai, yang berhubungan dengan bagaimana para pegawai melaksanakan pekerjaannya
3. Dukungan yang didapatkan dari rekan kerja dan pimpinan
4. Hubungan dengan rekan kerja
5. Pemahaman pegawai tentang peran dan tanggung jawab
6. Seberapa jauh instansi tempat bekerja berunding dengan pegawai baru.
D. Mengelola Stres
Dalam mengelola stres ada 2 pendekatan yang bisa diterapkan yaitu pendekatan individu dan organisasional. Pendekatan individu mencakup pelaksanaan teknik manajemen waktu, meningkatkan latihan fisik, pelatihan relaksasi dan perluasan jaringan dukungan sosial. Pendekatan organisasional mencakup perbaikan seleksi personil dan penempatan kerja, penempatan tujuan yang realistis, perancangan ulang pekerjaan, peningkatan keterlibatan karyawan, perbaikan komunikasi organisasi dan pelaksanaan program kesejahteraan.
Manusia adalah makhluk kompleks yang berada dalam kehidupan yang kompleks pula. Kompleksitas kehidupan berpotensi menimbulkan stres, dan menuntut seseorang untuk mengatasinya. Cara seseorang mengatasi stres dapat dikelompokkan menjadi dua kategori.
Pertama, cara ini merupakan cara yang spontan dan tidak disadari, dimana pengelolaan stres berpusat pada emosi yang dirasakan. Dalam istilah psikologi diklasifikasikan sebagai defense mechanism. Beberapa perilaku yang tergolong kedalam kelompok ini adalah:
1. Acting out, yaitu menampilkan tindakan yang justru tidak mengatasi masalah. Perilaku ini lebih sering terjadi pada orang yang kurang mampu mengendalikan/menguasai diri, misalnya merusak barang-barang di sekitarnya.
2. Denial, yaitu menolak mengakui keadaan yang sebenarnya. Hal ini bisa bermakna positif, bisa pula bermakna negatif. Sebagai contoh, seseorang guru menyadari bahwa dirinya memiliki kelemahan dalam berbahasa Inggris, namun ia terus berupaya untuk mempelajarinya;
bisa bermakna positif bila dengan usahanya tersebut terjadi peningkatan kemampuan; bermakna negatif bila kemampuannya tidak meningkat karena memang potensinya sangat terbatas, namun ia tetap berusaha sampai mengabaikan pengembangan potensi lain yang ada dalam dirinya.
3. Displacement, yaitu memindahkan/melampiaskan perasaan/emosi tertentu pada pihak/objek lain yang benar-benar tidak ada hubungannya namun dianggap lebih aman. Contohnya: Seorang guru merasa malu karena ditegur oleh Kepala Sekolah di depan guru-guru lain, maka ia melampiaskan perasaan kesalnya dengan cara memarahi murid-murid di kelas.
4. Rasionalisasi, yaitu membuat alasan-alasan logis atas perilaku buruk. Contohnya: Seorang Kepala Sekolah yang tidak menegur guru yang membolos selama 3 hari mengatakan bahwa ia tidak menegur guru tersebut karena pada saat itu ia sedang mengikuti pelatihan untuk kepala sekolah di ibukota provinsi.
Kedua, cara yang disadari, yang disebut sebagai direct coping, yaitu seseorang secara sadar melakukan upaya untuk mengatasi stres. Jadi pengelolaan stres dipusatkan pada masalah yang menimbulkan stres. Ada dua strategi yang bisa dilakukan untuk mengatasi stres, yaitu:
1. Meningkatkan toleransi terhadap stres, dengan cara meningkatkan keterampilan/kemampuan diri sendiri, baik secara fisik maupun psikis, misalnya, Secara psikis: menyadarkan diri sendiri bahwa stres memang selalu ada dalam setiap aspek kehidupan dan dialami oleh setiap orang, walaupun dalam bentuk dan intensitas yang berbeda. Secara fisik: mengkonsumsi makanan dan minuman yang cukup gizi, menonton acara-acara hiburan di televisi, berolahraga secara teratur, melakukan tai chi, yoga, relaksasi otot, dan sebagainya.
2. Mengenal dan mengubah sumber stres, yang dapat dilakukan dengan tiga macam pendekatan, yaitu: (a) bersikap asertif, yaitu berusaha mengetahui, menganalisis, dan mengubah sumber stres. Misalnya: bila ditegur pimpinan, maka respon yang ditampilkan bukan marah, melainkan menganalisis mengapa sampai ditegur; (b) menarik diri/menghindar dari sumber stres. Tindakan ini biasanya dilakukan bila sumber stres tidak dapat diatasi dengan baik.
Namun cara ini sebaiknya tidak dipilih karena akan menghambat pengembangan diri. Kalaupun dipilih, lebih bersifat sementara, sebagai masa penangguhan sebelum mengambil keputusan pemecahan masalah; dan (c) kompromi, yang bisa dilakukan dengan konformitas (mengikuti tuntutan sumber stres, pasrah) atau negosiasi (sampai batas tertentu menurunkan intensitas sumber stres dan meningkatkan toleransi terhadap stres)
E. Perbedaan Individual
Ada orang yang berkembang di bawah situasi penuh stres, orang lain dilumpuhkan oleh situasi itu. Apakah yang membedakan orang dalam hal kemampuan mereka menangani stres? Apakah variabel perbedaan individual yang memperlunak hubungan antara penyebab stres potensial dan stres yang dialami? Sekurang-kurangnya ada lima variabel - persepsi, pengalaman kerja, dukungan sosial, keyakinan akan tempat kedudukan kendali, dan permusuhan – telah ditentukan sebagai pelunak yang relevan.
1. Persepsi
Karyawan bereaksi untuk menanggapi persepsi mereka terhadap realitas bukannya realitas itu sendiri. Oleh karena itu persepsi akan memperlunak hubungan antara suatu kondisi stres potensial dan reaksi seorang karyawan terhadap kondisi itu. Rasa takut seseorang bahwa ia akan kehilangan pekerjaan karena perusahaannya melakukan PHK massal dapat dipersepsikan oleh seseorang lain sebagai suatu kesempatan untuk memperoleh pesangon yang besar dan memulai bisnisnya sendiri. Sama halnya apa yang dipersepsikan satu karyawan sebagai suatu lingkungan kerja yang efisien dan menantang dapat dipandang oleh yang lain sebagai mengancam dan menuntut. Jadi potensial stres dalam faktor lingkungan, organisasional dan individual tidaklah dalam kondisi objektifnya melainkan terletak dalam penafsiran seorang karyawan terhadap faktor-faktor itu.
2. Pengalaman kerja
Dikatakan orang bahwa pengalaman merupakan guru yang sangat baik. Pengalaman juga dapat merupakan pengurang stres yang sangat baik. Pengalaman pada pekerjaan cenderung berkaitan secara negatif dengan stres kerja.
3. Dukungan sosial
Makin banyak bukti yang menunjukkan bahwa dukungan sosial – yaitu hubungan kolegal dengan rekan sekerja atau supervisor – dapat menyanggah dampak stres. Logika yang mendasari variabel pelunak ini adalah bahwa dukungan sosial bertindak suatu pereda yang mengurangi efek negatif bahkan dari pekerjaan-pekerjaan berkepegangan tinggi. Bagi individu yang kolega kerjanya tidak membantu atau bahkan aktif bermusuhan, dukungan sosial dapat ditemukan diluar pekerjaan itu. Keterlibatan dengan keluarga, teman dan komunitas dapat memberikan dukungan – khususnya bagi mereka yang memiliki kebutuhan sosial yang tinggi – yang tidak diperoleh dari tempat kerja dan ini dapat membuat penyebab stres pekerjaan lebih dapat ditolerir.
4. Keyakinan akan tempat kedudukan kendali (Locus of Control)
Tempat kedudukan kendali merupakan suatu atribut kepribadian. Mereka dengan tempat kedudukan kendali internal yakin bahwa mereka mengendalikan tujuan akhir mereka sendiri. Mereka dengan tempat kedudukan kendali eksternal yakin bahwa kehidupan mereka dikendalikan oleh kekuatan-kekuatan luar. Bukti menunjukkan bahwa kaum internal mempersepsikan pekerjaan mereka kurang mengandung stres dibanding kaum eksternal. Jadi kaum eksternal yang lebih besar kemungkinan merasa tidak berdaya dalam situasi penuh stres dan juga lebih besar kemungkinan mengalami stres.
5. Permusuhan
Kepribadian tipe A merupakan variabel pelunak yang paling sering digunakan sehubungan dengan stres. Kepribadian tipe A dicirikan oleh perasaan kronis atas keterdesakan waktu dan oleh suatu dorongan kompetitif yang berlebihan. Seorang individu tipe A terlibat secara agresif dalam suatu perjuangan yang tidak henti-henti dan kronis untuk mencapai lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat dan kalau perlu dengan melawan upaya-upaya dari sesuatu atau orang-orang lain yang menentangnya. Diyakini kaum tipe A lebih besar kemungkinan mengalami stres di dalam dan di luar pekerjaannya.
F. Reaksi Adaptasi Terhadap Stres
Seberapa banyak, lama, dan berat keberadaan gejala-gejala stres menggambarkan pada tahap mana reaksi seseorang terhadap stres yang dialaminya. Menurut Hans Selye (1974), ada 3 tahap reaksi adaptasi seseorang terhadap stres, yaitu:
• Tahap 1: Alarm Reaction. Gejala muncul sebagai respons permulaan terhadap adanya stres, misalnya karena harus menyusun Persiapan Mengajar Harian, seorang guru baru mendadak sakit perut/mulas-mulas.
• Tahap 2: Resistance. Seseorang yang sudah terbiasa menghadapi stres pada akhirnya akan lebih tahan (resisten) terhadap stres. Pada tahap ini, seseorang menemukan adaptasi yang baik terhadap situasi yang menimbulkan stres, sehingga alarm reaction menurun. Namun adakalanya pada tahap ini timbul diseases of adaptation, yaitu suatu keadaan dimana seolah-olah seseorang sudah beradaptasi dengan situasi yang menimbulkan stres, padahal sebenarnya adaptasinya tidak tepat sehingga timbul penyakit-penyakit seperti darah tinggi, maag, eksem, dan sebagainya.
• Tahap 3: Exhaustion. Tahap ini adalah suatu keadaan dimana seseorang benar-benar sakit, yang terjadi bila stres terus menerus dialami dan orang tersebut tidak dapat mengatasinya. Pada tahap ini gejala sudah lebih berat, misalnya seseorang menjadi benar-benar putus asa, mengalami halusinasi, delusi, dan bahkan kematian.
G. Konsekuensi Stres
Stres muncul dalam sejumlah cara yang dikelompokkan dalam tiga kategori umum : gejala fisiologis, psikologis dan perilaku.
• Gejala fisiologis
Stres dapat menciptakan perubahan dalam metabolisme, meningkatkan laju detak jantung dan pernapasan, meningkatkan tekanan darah, menimbulkan sakit kepala dan menyebabkan tekanan jantung.
• Gejala psikologis
Stres dapat menyebabkan ketidakpuasan. Stres yang berkaitan dengan pekerjaan dapat menimbulkan ketidakpuasan yang berkaitan dengan pekerjaan.
Memang itulah efek psikologis yang paling sederhana dan paling jelas dari stres itu. Tetapi stres muncul dalam keadaan psikologis lain misalnya ketegangan, kecemasan, mudah marah, kebosanan dan suka menunda-nunda. Terbukti bahwa bila orang ditempatkan dalam pekerjaan yang mempunyai tuntutan ganda dan berkonflik atau dimana kurang adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab pemikul pekerjaan, stres dan ketidakpuasan akan meningkat.
• Gejala perilaku
Gejala stres yang dikaitkan dengan perilaku mencakup perubahan dalam produktivitas, absensi, tingkat keluarnya karyawan juga perubahan dalam kebiasaan makan, meningkatnya merokok dan konsumsi alcohol, bicara cepat, gelisah dan gangguan tidur. Stres pada tingkat rendah sampai sedang merangsang tumbuh dan meningkatkan kemampuan untuk bereaksi. Pada saat itulah individu sering melakukan tugasnya dengan lebih baik, lebih intensif atau lebih cepat. Tetapi terlalu banyak stres menempatkan tuntutan yang tidak dapat dicapai atau kendala pada seseorang yang mengakibatkan kinerja menjadi lebih rendah.
BAB III PENUTUP
Eksistensi stres kerja tidak dengan sendirinya menyiratkan kinerja yang lebih rendah. Bukti menunjukkan bahwa stres dapat berpengaruh positif atau negatif pada kinerja karyawan. Bagi banyak orang kuantitas stres yang rendah sampai sedang, memungkinkan mereka melakukan pekerjaannya dengan lebih baik, dengan meningkatkan intensitas kerja, kewaspadaan dan kemampuan bereaksi. Tetapi tingkat stres yang tinggi atau bahkan tingkat rendah yang berkepanjangan, akhirnya akan meminta korban dan kinerja akan merosot.
Dampak stres pada kepuasan jauh lebih langsung. Ketegangan yang dikaitkan dengan pekerjaan cenderung mengurangi kepuasan kerja umum. Meskipun stres tingkat rendah sampai sedang mungkin memperbaiki kinerja, para karyawan merasakan bahwa stres membuat tidak puas.
BAB IV RANGKUMAN
Manusia adalah makhluk kompleks yang berada dalam kehidupan yang kompleks pula. Artinya, dalam suatu kehidupan tentunya kita sering mengalami berbagai hal misalkan permasalahan-permasalahan yang timbul yang mengakibatkan kondisi kita kadang sering tidak labil. Kompleksitas kehidupan berpotensi menimbulkan stres, dan menuntut seseorang untuk mengatasinya. Walaupun stres lazimnya dibahas dalam konteks negatif, stres juga mempunyai nilai positif. Stres merupakan suatu peluang bila stres itu menawarkan perolehan yang potensial.
Biasanya kriminalitas menjadi suatu akibat yang timbul ketika seseorang mengalami stres berat. Masih banyak cara lain bagai mana kita menyiasati stres dengan cara mengerjakan sesuatu hal yang positif. Tergantung individu masing-masing bagaimana menyiasati stress.
DAFTAR PUSTAKA
- file:///D:/Mengelola_AKHMADSUDRAJAT_TENTANG PENDIDIKAN.htm
- file:///D:/mengelola-stres-kerja.html
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar